Arti dan Makna Ciwa Ratri Menurut Umat Hindu Bali

Arti dan Makna Ciwa Ratri Menurut Umat Hindu Bali – Perayaan Ciwa Ratri adalah salah satu bentuk ritual Hindu yang mengajarkan kita untuk selalu memelihara kesadaran diri agar terhindar dari perbuatan dosa dan papa. Ciwa Ratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Siwa.

Arti dan Makna Ciwa Ratri

Mengapa umat Hindu melaksanakan Ciwa Ratri atau yang lebih dikenal dengan Siwa Ratri? Pertanyaan sederhana yang terkadang mendapatkan jawaban keliru dan bahkan cenderung menyesatkan. Pertanyaan sederhana yang hendaknya mendapatkan jawaban logis dan kritis. Ciwa Ratri adalah berasal dari kata Ciwa itu dapat diartikan sebagai terang dan Ratri itu dapat diarikan gelap. Jadi Ciwa Ratri dapat diartikan bahwa yang terang telah menjadi gelap dan yang gelap menjadi terang kembali. Ciwa Ratri juga mengandung arti  Siwa = Tuhan/ Bhatara Siwa; Ratri = malam. Atau malamnya Bhatara Siwa/ Tuhan, saat yang tepat bagi manusia untuk merenungi kehidupan di masa lampau serta sadar/ eling pada dosa-dosa yang terlanjur, baik sengaja atau tidak sengaja telah terjadi. Dengan demikian, Siwa Ratri mengandung arti malamnya Sanghyang Siwa untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan pikiran dan hati serta memberi harapan menuju jalan yang terang untuk mencapai tujuan yaitu kebahagiaan.

Hari Ciwa Ratri mempunyai makna khusus bagi umat manusia, karena pada hari tersebut Sang Hyang Siwa beryoga. Sehubungan dengan itu umat Hindu diharapkan melaksanakan kegiatan yang mengarah pada usaha penyucian diri, pembuatan pikiran ke hadapan Sang Hyang Siwa, dalam usaha menimbulkan kesadaran diri (atutur ikang atma ri jatinya). Ciwa Ratri merupakan sebuah momentum guna menyadarkan diri akan hakikat kita sebagai manusia yang sesungguhnya mempunyai sinar suci (Siwa) namun kita telah terbelenggu oleh kegelapan duniawi.

Kegelapan pikiran berpotensi menghasilkan dosa. Oleh Karen itu, perlu ada perenungan dan introspeksi agar tidak terjebak dalam dosa berikutnya. Siwa Ratri adalah malam terbaik melakukan perenungan. Karena, Siwa Ratri adalah saat malam tergelap, penuh kesucian (nirmala), Sanghyang Siwa beryoga, dan gaya tarik bulan terkecil terhadap kehidupan. Dengan demikian, Siwa Ratri adalah malam pencapaian pencerahan dan kesadaran diri.

Hakikat Ciwa Ratri

Jadi, Siwa Ratri bukan malam peleburan Dosa, karena ajaran Hindu tidak mengenal peleburan dosa. Dosa adalah hasil perbuatan (karma) yang tetap melekat pada diri dan harus berbuah (phala). Dalam Siwa Ratri diharapkan segera ada kesadaran agar terhindar dari papa (kegelapan pikiran dan jiwa) sehingga tidak menambah dosa. Oleh karena itu, pelaksanaan Siwa Ratri adalah refleksi diri untuk memelihara kesadaran agar terhindar dari dosa dan papa dengan selalu jagra, yakni sadar, eling atau melek terhadap perbuatan baik dan buruk.

Dalam Bhagavadgita III, 42, disebutkan bahwa “orang akan memiliki alam pikiran jernih, apabila atman (jiwa yang suci) selalu menyinari budhi (kesadaran)”. Budhi (kesadaran) menguasai manah (pikiran), dan manah menguasai indria. Sehingga, jika tercapai kesadaran diri, maka indria akan dapat dikendalikan. Budi (kesadaran) inilah yang akan dibangkitkan saat melaksanakan Siwa Ratri (Siwa Latri), yakni dengan memusatkan pikiran pada Sanghyang Siwa guna mendapatkan kesadaran agar terhindar dari pikiran yang gelap. Jadi, Siwa Ratri adalah malam peningkatan kesadaran atau malam pejagraan.

Tata Cara Pelaksanaan Siwa Ratri

Sumber Gambar (www.nioholidays.com)

Siwa Ratri dilaksanakan pada hari Catur Dasi Krsna paksa bulan Magha (panglong ping 14 sasih Kapitu), yakni sehari sebelum Tilem sasih Kapitu.  Prawaning Tilem (sehari sebelum tilem) merupakan malam yang paling gelap. Posisi bulan, matahari dan bumi sangat berpengaruh terhadap kehidupan di bumi.

Sasih kepitu merupakan lambang sapta timira (tujuh sifat kemabukan) yang berujung kegelapan (dosa). Oleh karena itu, dengan Siwa Ratri (Namasmaranâm pada Siwa) ada kekuatan untuk melenyapkan segala kegelapan batin. Jika kegelapan itu mendapat sinar dari Hyang Siwa, maka lahirlah kesadaran budhi yang sangat dibutuhkan setiap saat dalam hidup ini.

Pelaksanaan Siwa Ratri untuk Sang Sadhaka sesuai dengan dharmaning kawikon. Sedangkan untuk Walaka, didahului dengan melaksanakan sucilaksana (mapaheningan) pada pagi hari panglong ping 14 sasih Kapitu. Upacara dimulai pada hari menjelang malam dengan urutan sebagai berikut:

1)Maprayascita sebagai pembersihan pikiran dan batin;

2)Ngaturang banten pajati di Sanggar Surya disertai persembahyangan ke hadapan Sang Hyang Surya, mohon kesaksian- Nya;

3)Sembahyang ke hadapan leluhur yang telah sidha dewata mohon bantuan dan tuntunannya;

4)Ngaturang banten pajati ke hadapan Sang Hyang Siwa. Banten ditempatkan pada Sanggar Tutuan atau Palinggih Padma atau dapat pula pada Piasan di Pamerajan atau Sanggah.

5)Sementara proses itu berlangsung agar tetap mentaati upawasa dan jagra.

6)Persembahyangan dilakukan tiga kali, yaitu pada hari menjelang malam panglong ping 14 sasih Kapitu, pada tengah malam dan besoknya menjelang pagi.

Demikian artikel mengenai Arti dan Makna Ciwa Ratri Menurut Umat Hindu Bali. Semoga dapat memberikan informasi yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dibidang hari raya umat Hindu di Bali.

Bagikan :

Mungkin Kamu Juga Suka